Rainy Boy
11
Cast:
Im Jaebum
Cho Hyolin (O.C)
Other Cast: You can found it alone.
Genre: Romance, Drama
Written By: @Mischa_Jung
Dapat inspirasi pas lagi menonton Dream High 2 bareng sodaraku ditengah hujan dan tambahan ide berkat dengerin lagu Urban Zakapa – My Love.
Happy Reading!!!
———————————————————–
Sepintas kilat cahaya muncul ditengah langit mendung, disusul suara gemuruh yang membahana. Hyolin mengamati pemandangan dari kaca jendela cafe, tempatnya bekerja part time setiap pulang kuliah. Senyum kecil tersungging dan dengan semangat ia menarik tas coklat kayu setelah mengganti seragam waitress dengan baju atasan pink berbahan chiffon dipadu celana jeans abu abu. Inilah yang ditunggu setiap hari. Gadis itu berjalan keluar dari cafe dengan senyum secerah matahari.
Hyolin mengayunkan kakinya buru buru dan jantung berdebar debar ketika langkah akan semakin mendekat ke tempat tujuan. Tetesan hujan mulai turun membuat langkah gadis itu terhenti seketika. Dengan sigap, Hyolin membuka pengikat payung lipat putih transparan, benda paling diandalkan saat ini. Hati Hyolin teguh meneruskan langkah dibawah payung meski hujan semakin lama akan semakin deras.
Cho Hyolin lebih memilih musim panas sebagai musim yang paling dinikmatinya dibandingkan harus melewati musim dingin. Baginya ice cream lebih menyenangkan dimakan saat teriknya matahari daripada meminum hot chocolate ditemani suara hujan. Ia lebih menyukai keceriaan musim panas daripada melankolis musim hujan. Menurutnya lagu lagu musim panas lebih menyenangkan dibandingkan lagu keluaran musim hujan yang rata rata bertema patah hati.
Semua pemikirannya tentang musim panas dengan musim hujan telah berubah. Kali ini Hyolin sangat menantikan hari hari yang akan hujan turun bahkan rela mengupdate ramalan cuaca. Menghirup aroma angin hujan, berjalan sambil menginjak genangan air sampai terdengar suara gemericik dan tentunya mendengar lagu melankolis khas musim hujan membuatnya jadi hangat. Semua jadi menyenangkan untuk Hyolin.
Pandangannya menemukan sebuah halte dan senyum Hyolin semakin melebar. Tanpa basa basi ia menghampiri halte dan duduk dibangku sana. Hyolin nyaris tidak bisa berkedip melihat pemandangan yang paling dinantikannya. Penglihatan yang tak lepas dari lapangan basket terletak berseberangan dengan halte, tempatnya berada. Seorang pria berambut cat pirang kecoklatan tampak bersemangat men-dribble bola basket lalu shoot ke arah ring. Tidak peduli hujan turun atau kilat petir menakutkan, pria itu terus memainkan basketnya sendirian.
Inilah alasan Hyolin mulai menyukai musim hujan sejak berawal dari jatuh cinta pandangan pertama. Hanya pada hari hari tertentu ia bisa bertemu pria misterius yang selalu muncul ditengah hujan. Jatuh cinta memang bisa mengubah apapun dengan mudahnya. Hyolin menganggap bangku halte adalah bangku VIP dan sedikitpun tidak punya keberanian mendekatinya. Menjadisecret admirer adalah jalan pilihan gadis itu.
Rainy boy, begitulah Hyolin menyebutnya si pria misterius. Detak jantung tidak akan jadi normal jika ia terus menangkap sosok rainy boy itu. Terlihat sangat keren dimatanya ketika pria itu tanpa memedulikan hujan sambil bermain basket dengan gesit. Kaos hitam yang basah sehingga tubuh atasnya tercetak jelas dan air menetes dari helai rambut bahkan bulir keringat sudah menyatu dengan titik hujan dikulit. Jika kelelahan, biasanya dia berbaring nyaman dilapangan sambil memejamkan mata dan mengatur nafas terengah engah sekaligus menikmati air alam yang menghujaninya. Hyolin sudah tahu kebiasaan pria itu diluar kepala.
Gadis itu mengigit bibir dengan gemas setiap rainy boy tersenyum lebar dan memamerkan mata berbinar setiap berhasil memasukan bola ke ring. Apapun dilakukan pria itu adalah tontonan yang tidak bisa ditinggalkannya. Satu per satu bus berhenti di halte tidak akan dinaiki Hyolin selama pria itu masih ada disana. Mungkin ini terlihat bodoh tapi hal inilah yang akan dilakukan setiap wanita sedang jatuh cinta. Ia selalu ingin melihat keberadaaan seseorang yang mengisi relung hati sejak pertemuan pertama bahkan menjadi orang yang datang setiap dimimpi tidurnya.
Sesaat nafas Hyolin tercekat dan hati terlonjak gugup ketika rainy boy menoleh kearahnya seolah sadar sedang diperhatikan seseorang. Pria itu mengerutkan kening menemukan gadis di halte yang terletak bersebrangan dengan lapangan. Sementara Hyolin tidak sanggup mengatasi keadaan terlalu gugup setelah tertangkap basah, ia membuang wajah sekaligus menghindari kontak mata. Padahal biasanya rainy boy tidak pernah peduli atau sadar ada orang lain selalu memperhatikannya dalam waktu lama. Ini pertama kalinya pria itu melihat kearahnya dan terjadi diluar dugaan Hyolin.
Tepat bus melaju dan berhenti di halte, Hyolin buru buru menaiki bus dan berpura pura tidak terjadi apa apa. Ia mengambil bangku paling belakang dan bersebelahan langsung dengan kaca jendela. Beberapa detik berikutnya, bus melaju pelan dan meninggalkan halte. Hyolin sekilas menoleh kembali ke lapangan. Pria itu masih berdiri ditengah lapangan bahkan terus menatapnya yang sudah di dalam bus dengan sebelah alis terangkat.
Bola mata Hyolin tidak dapat terlepaskan dari rainy boy sampai sosoknya sudah tak terlihat lagi ketika jarak semakin menjauh. Hyolin memegang dadanya yang meletup keras lalu memegangi pipi sudah memanas. Ia yakin sekarang wajahnya sudah memerah untuk pertama kali pria itu menatap kearahnya. Ada perasaan senang sekaligus gugup luar biasa mewarnai kondisi hatinya. Momen kontak mata sangat berharga untuk dikenang.
————————————————–
Hujan kedua dalam minggu ini adalah petanda baik. Hyolin menurunkan payung kesayangan ketika berpijak di halte dan duduk disana seperti kebiasaan dilakukan hari hari sebelumnya. Selalu melakukan kegiatan sama, memperhatikan rainy boy bukanlah hal yang membosankan. Kali ini lebih tegang dari biasanya namun ia berharap pria itu menatapnya lagi seperti dua hari lalu. Sorot mata teduh rainy boy seolah menyimpan sihir yang mampu membuatnya sulit tidur.
Hyolin meyayangkan kenyataan bahwa hanya bisa menemukan pria disetiap hujan saja. Sebagai gadis jatuh cinta, ia ingin melihatnya setiap hari bahkan dalam cuaca apapun. Kadang kadang Hyolin berimajinasi bisa membagi ice cream di musim panas, memandangi pohon mapple bermekaran pada musim semi, berjalan dibawah pepohonan sudah memerah dan dedaunan berjatuhan akibat pengaruh musim gugur atau membuat boneka salju di musim dingin. Namun pria itu khusus ada dimusim hujan pada tempat ini.
Tapi mengapa harus musim hujan?
Apa arti khusus musim hujan dipikiran pria itu sehingga akan selalu ada disini?
Pertanyaan itu masih jadi misteri buat Hyolin dan hanya rainy boy yang bisa memberi kunci jawabannya. Hyolin menarik nafas panjang dan menggeleng seraya mengusir pertanyaannya. Ia beralih menatap lurus ke seberang dan selanjutnya kedua alis gadis itu bertemu.
Dimana dia? Mengapa disana tak ada siapapun?
Lapangan bola basket yang kosong dan tak ada sosok pria yang biasa bermain ditengah hujan. Hyolin beranjak berdiri dan memastikan sekali lagi lapangan itu memang kosong. Indera penglihatannya bergerak liar, mencari sosok yang paling dinantikan yang mungkin ada sekitarnya. Berikutnya, Hyolin mengangkat payungnya dan menyebrangi jalan raya yang kosong melompong untuk menuju ke lapangan.
Hyolin berdiri ditengah lapangan dan celingak celinguk ke kanan kiri. Ternyata ia tak menemukan siapapun disekelilingnya. Hyolin mendesah kecil dan pundaknya turun. Kepalanya tertunduk dalam menggambarkan kekecewaan. Rainy boy tidak datang hari ini.
Buuukkk!!!
Gadis itu terlonjak kaget mendengar suara benturan cukup keras. Refleks ia menoleh ke sumber suara, tepatnya ke arah ring basket. Alisnya berkerut tepat menemukan sebuah bola basket memantul di lapangan seraya baru jatuh dari lubang ring. Kemudian bola basket mengelinding dan berhenti tepat di kakinya. Ia membungkuh, mengambil bola basket oranyedan menatapnya bingung.
“Bola basketku.”
Hyolin mengerjapkan matanya berkali kali dan berbalik kebelakang dengan cepat. Terlihat sosok pria berambut cat pirang kecoklatan dalam keadaan basah kuyup. Mendadak tubuh Hyolin berdesir hebat dan menjadi tegang. Astaga rainy boy berada dihadapannya dan pertama kalinya melihat dengan jarak lebih dekat. Hyolin bisa melihat jelas wajah tampan dan terkesan lembut serta sorot mata teduh.
“Ini bolamu..” Hyolin menggumam gugup dan kepalanya sedikit tertunduk sambil menyerahkan bola basket.
“Mau bermain denganku?” tanya pria itu menerima bola basket dari tangan Hyolin.
“Eh?”
Kepala Hyolin terangkat dan matanya melebar. Pria itu terkekeh kecil sambil men-dribble bolanya. Hyolin mengigit bibir bawahnya dan menatap rainy boy dengan ragu. Ajakan pria itu membuatnya bimbang.
“T..tapi aku cukup payah dalam basket.”
“Tidak masalah.”
Lagi lagi Hyolin mengeluarkan ekspresi kaget dan melonggo. Rainy boy mengangkat bola basket kedepan dada lalu mengoper ke arah gadis itu. Spontan Hyolin menangkap bola basket sebelum membentur keras di dadanya. Akibat refleks menangkap bola, payung dalam pegangannya terlepas dan Hyolin bisa merasakan sentuhan hujan disekujur tubuhnya.
“Yaph…tangkapan bagus, aggaeshi.” puji pria itu singkat. “Nama?” tanyanya dengan wajah datar.
“C..Cho Hyolin.”
“Hmm…aku Im Jaebum. Sekarang kita sudah saling tahu nama masing masing. Apa kau ingin bermain basket?”
Hyolin menelan ludah dan menatap bola basket serta Jaebum bergantian. Bukankah ini kesempatan bagus agar bisa lebih dekat namun ia merasa tidak mampu mengalahkan sifat pemalunya. Mulut Hyolin terbuka tapi tidak bersuara seolah sulit menjawabnya.
Jaebum memandang Hyolin dengan sebelah alis terangkat lalu berdehem “jika kau menolak juga tidak ap…”
“Aku mau.” potong Hyolin cepat.
Sedetik Jaebum melonggo dengan jawaban gadis penuh semangat lalu bibirnya tersungging lebar.
Sial…kumohon jangan tersenyum seperti itu atau aku akan mati sekarang karena tidak bisa bernafas.
Gerutuan Hyolin jadi tidak berguna lagi. Jaebum tetap tersenyum, tidak dapat menyembunyikan aura keramahannya. Tiba tiba Jaebum berlari mendekat kearah Hyolin lalu merebut bola basket darinya. Hyolin tetap terpaku diposisinya, sementara Jaebum men-dribble menuju ring. Kedua mata gadis itu tidak berkedip sedikitpun menatap punggung pria yang bersemangat mengiring bola seraya menerjang hujan deras. Terpesona sampai saluran darah Hyolin mengalir deras.
Jaebum mengambil tiga langkah lalu meloncat dengan istilah lay up untuk melempar bola basket ke dalam lubang ring tanpa halangan. Ia tersenyum kecil lalu memutar tubuhnya, melempar bola ke Hyolin. “Giliranmu, aggaeshi.”
Hyolin menatap bola basket dalam pelukannya sebentar. Ia men-dribblenya pelan lalu mempraktikkan gerakan shooting. Sesaat bola basket hanya membentur pinggir ring saja dan terjatuh bebas ke lapangan. Hyolin mengerang kecewa dan bibir mengerucut.
“Lumayan tapi lemparannya kurang tepat. Kamu perlu mengontrol kekuatan shooting dan jangan terlalu rendah melemparnya!” ujar Jaebum mengambil bola yang gagal jatuh kedalam ring lalu dilemparkan lagi kepada Hyolin. “Lakukan sekali lagi! You can do it! “
Hyolin tertegun mendengar ucapan Jaebum seolah telah memberi dorongan besar untuknya lalu menatap ring sebentar, menarik nafas panjang. Bibir kecilnya menghitung aba aba dari angka satu. Tepat hitungan ke-tiga, Hyolin men-shoot bola ke arah ring. Bola membentur pinggir ring dengan gamang. Jantung Hyolin deg degan menunggu bola basket itu akan masuk atau tidak sekaligus berdoa agar dewi fortuna berpihak padanya. Tiba tiba bola basket terjerembap tepat ke dalamring.
Kedua mata Hyolin terbuka lebar dengan apa yang dilakukannya telah berhasil. Spontan Hyolin meloncat kecil, bersorak senang sambil mengangkat kedua tangannya yang terkepal ke udara. Deru hujan tidak menyembunyikan kerasnya suara nyaring Hyolin. Jaebum terkekeh kecil menatap keceriaan gadis yang persis seperti anak kecil baru saja dihadiahkan mainan.
“Good job! Mau tanding melawanku.”
Hyolin berhenti berteriak senang dan menoleh ke arah Jaebum. Keningnya berkerut.
“Peraturannya cukup mudah. Jika siapa saja yang duluan berhasil memasukan bola ke ring sebanyak tiga kali, dia pemenangnya.” Jaebum mengangkat jarinya membentuk angka 3. “Dan pemenang boleh meminta apapun dari yang kalah.” tambahnya.
Pandangan Hyolin beralih kedua bola mata hitam pekat Jaebum yang memberi kesan ia tidak main main. Hyolin merasakan keringat dingin semakin menyatu dengan basahnya tubuh.
Jika aku menang apakah berarti aku bisa meminta sesuatu padanya? Bisakah jika aku mengatakan aku inginlebih dekat denganmu dan mengenalmu seperti apa?
Jaebum melambaikan tangan didepan wajah Hyolin. Sontak gadis itu terbangun dari pikirannya lalu pipinya memerah, menangkap jelas Jaebum berada jarak lebih dekat dari sebelumnya. Buru buru Hyolin mundur selangkah dan debaran hebat telah aktif kembali. Ia berharap suara debaran keras tak terdengar oleh rainy boy karena tertutup suara hujan.
————————————————–
Tepat bola basket sudah masuk ke lubang ring sebagai skor ketiga, Hyolin terduduk lemas dan tidak peduli lapangan basah bahkan menganggap tidak penting jika celana jeans selututnya akan kotor. Nafas terengah engah dan raut kecewa terlihat jelas. Bukan dirinya yang mencetak 3 skor tapi pria itulah pemenang. Kalah adalah nasib Hyolin dan sewajarnya gagal menghadapi orang lebih ahli dalam permainan basket.
Jaebum ikut duduk disamping Hyolin lalu merebahkan tubuhnya dengan nyaman di lapangan. Wajahnya langsung menerima sentuhan dingin air hujan yang bertubi tubi. Bibir itu tersenyum lebar meski matanya terpenjam.
“Kau cukup gesit juga meski kau bukan seorang yang dibilang jago.” lirihnya memuji kemampuan permainan gadis baru dikenalinya.
Hyolin menggembungkan pipinya, kesal. Rasanya ingin berteriak tepat ditelinga pria itu bahwa dia serius berusaha keras mencetak skor demi memenangkan persyaratan meski Jaebum lebih unggul dalam teknik basket. Ia menggeleng kepala lemas. Harapan sudah lenyap. Dewi fortuna tidak memberi keberuntungan untuknya kali ini.
“Sepertinya kau sangat kecewa”
Gadis itu tetap tidak bersuara dan masih sibuk merutuki kekalahannya. Jaebum bangun dari posisi berbaringnya lalu menatap lurus ke arah halte, tempat pertama kalinya menemukan Hyolin. Pria itu mengulum senyum seolah baru saja mengingat sesuatu lucu.
“Kemarin aku bertanya tanya kenapa kau sangat panik ketika aku melihatmu disana? Apakah aku menakutkan bagimu?”
Hati Hyolin mencelos. Pertanyaan Jaebum suskes membuatnya seperti terlempar ke tanah dengan keras. Mungkinkah kemarin tingkah lakunya sangat gamblang? Hyolin tidak tahu itu tapi yang pasti ia belum berani mengakui alasan sebenarnya. Bagaimana jika ternyata Jaebum tahu dirinya secret admirer? Apakah dia akan menolak atau tetap membiarkan gadis tidak begitu istimewa seperti dirinya terus menyukai pria ini?
“I..itu karena aku..” Hyolin tergagap dan otak berputar keras mencari kebohongan yang masuk akal. Tidak masuk akal jika baru berkenalan sudah langsung menyatakan cinta. “Ah..kemarin aku panik karena teringat urusan mendadak, bukan karena aku ketakutan denganmu. Jadi aku takut ketinggalan bus.”
Jaebum mengangguk mengerti dan percaya begitu saja. Hyolin mengigit bibir bawahnya dan hati jadi gundah ketika mengatakan kebohongan. Terlalu sulit mengungkap kejujuran selama ia masih menyembunyikan perasaan.
Mendadak situasi menjadi hening dan cuma terdengar hujan tidak kunjung berhenti. Tak ada satupun bicara dan saling terdiam satu sama lain. Ujung mata Hyolin mencuri pandang pria disampingnya. Jaebum masih betah memandangi halte diseberang lapangan basket. Kening Hyolin mengerut dan bertanya tanya ketika menemukan perubahan sorot mata Jaebum yang awalnya lembut dan ramah kini berubah jadi sendu.
Tiba tiba Hyolin buru buru membuang muka dan berpura pura tidak mencuri pandang disaat bersamaan Jaebum menoleh langsung ke arahnya.
“Hyolin -sshi.”
Hyolin merespon panggilan Jaebum. Lagi lagi mata saling bertemu. Sontak Hyolin menunduk, mengubur perasaan gugup. Bisa pingsan jika terus terusan harus tersedot ke dalam palung dalam yang terletak dimata pria itu.
“Apakah kau mempercayai cinta pandangan pertama itu ada?”
“Me..memangnya kenapa?” tanya Hyolin mengeluarkan raut penasaran.
Jaebum tersenyum misterius dan kepala terdongkah ke atas, menatap langit mendung “kebetulan itu sedang kualami. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama pada seorang wanita dan tempat kejadiannya adalah di halte sana.” jawabnya.
“Benarkah?”
Hyolin mengerjapkan matanya cepat lalu menelan ludah. Dadanya berdebar keras dan perut bergejolak. Semburat merah terlihat dipipinya yang memanas gugup.
Mungkinkah wanita itu adalah aku?
Batin Hyolin mengumam seperti itu. Mungkinkah Jaebum sedang memberi sinyal secara tidak langsung menyatakan wanita di halte adalah dirinya? Jika memang benar, berarti pintu harapan cinta telah terbuka lebar untuknya. Apakah cupid telah membantunya dalam percintaan ini? Hyolin berharap semuanya jadi kenyataan.
“Aku selalu memperhatikan wanita dari sini dan tidak bisa melewatkan gerak geriknya. Mungkin kedengaran seperti penguntit tapi perhatianku selalu saja teralih olehnya sampai sulit berkonsentrasi bermain basket, kegiatan paling kusukai dalam hidupku.” kata Jaebum mulai menceritakan kisah yang mungkin banyak dijumpai dalam roman atau drama.
Telinga Hyolin terpasang baik dan menyimak apa yang disalurkan Jaebum. Perlahan kepercayaan diri memudar ketika pria itu mengatakan bahwa sulit berkonsentrasi bermain basket jika ada wanita itu. Sementara jika Hyolin di halte, Jaebum selalu bermain basket dengan baik apalagi dia juga tidak pernah melihat kearahnya. Intinya Rainy boy menyukai wanita lain, dan tentu saja bukan dirinya. Pemikiran dari sudut pandangnya sendiri membuat dada Hyolin seolah terseret ke jurang. Perasaan seperti patah jadi dua bagian dan penolakan secara tidak langsung terasa semenyakitkan ini.
“Namun yang kuterima adalah takdir tidak mengijinkan aku bisa memiliki wanita itu secara nyata bahkan belum sempat menyatakan perasaan sebelum terpisah. Menyedihkan bukan?” Jaebum tertawa getir dan tersimpan kesedihan mendalam disana.
Hyolin mulai memberanikan diri menatap lama mata Jaebum. Ia bisa merasakan kepedihan yang sama menyesakkan dengan dialaminya sekarang. Sosok pria keren dan mempesona kini terlihat melankolis ditengah hujan. Disaat inilah Hyolin bisa maju selangkah dalam mengenal lebih dekat tentang pria itu. Rainy boy yang misterius perlahan membuka kartu dan menghilangkan satu per satu rasa penasarannya.
Apakah cinta pada pandangan pertama selalu menggenaskan seperti aku kepadamu atau kau kepada wanita halte yang tak kuketahui?
“Dan aku tidak kecewa atau menyesal jika takdir seperti itu. Setidaknya aku telah melakukan sesuatu yang besar untuknya. Justru aku sangat lega ketika melihatnya hidup dengan baik sekarang meski dia tidak pernah tahu siapa aku dan perasaanku yang tersimpan.”
Bibir Jaebum sekarang membentuk senyum lebar sampai deretan gigi terlihat. Senyuman pria seolah mengandung sengatan listrik yang menyebar di tubuh gadis itu. Ucapan Jaebum yang terdengar dewasa membuat pesona sang rainy boy semakin kuat.
“Ah…aku lupa kalau pemenang boleh meminta apapun pada yang kalah.” Jaebum menyadari kesepakatan yang dibuat olehnya. Ia mengelus dagu “Aku ingin apa darimu?” gumamnya berpikir keras.
Hyolin menunggu permintaan Jaebum dengan ekspresi penasaran.
“Begini saja, kau hanya perlu membawakan aku makanan setiap kita bertemu.” Jaebum menjentikan jarinya dengan ide cemerlang. “Harus masakan buatanmu saja. Tidak sulitkan?”
Selama beberapa detik, Hyolin terdiam dan menatap Jaebum dengan mulut sedikit terbuka seolah ingin berbicara sesuatu tapi ia merapatkan kembali mulut, mengurungkan niatnya. Dianggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan dengan permintaan pria itu. Hyolin memalingkan wajah kesamping dan meringgis.
Pabbo…masakan buatanku? Yang benar saja wanita yang lebih sering disebut pengacau dapur ini disuruh memasak? Andwe…apa yang harus kulakukan?
Jaebum tidak tahu menahu gadis disampingnya cukup payah di bidang memasak. Ia berpikir permintaan ini mudah dan tidak merepotkan. Tidak sadar gadis disamping sedang memukul kepalanya sendiri dan mengeluh tanpa suara. Jaebum memang tipe seseorang yang sangat tidak peka.
—————————————————
“Tidak usah menatapku seperti, unnie.” sahut Hyolin merenggut setelah meneguk kaleng strawberry milk.
Taeyeon memutar bola matanya, menggeleng kepala dengan mimik antara terkejut dan tidak percaya “Oh.. Sungguh keajaiban pengacau dapur memohon padaku agar mengajarimu memasak. Apakah gurun sahara sedang banjir? Ataukah beruang kutub sudah berimigrasi ke laut Jeju?”
“Unnie jangan berlebihan.” ujar Hyolin menaruh kaleng kosong di atas meja. Ia menangkup kedua tangan dan memohon. “Jebal…aku butuh kamu. Lagipula kau ini chef cafe ini dan pastinya sudah tidak diragukan kemampuan memasak.”
Alih alih melihat keseriusan Hyolin, Taeyeon menghela nafas “Apakah harus sekarang?”
“Ne…pokoknya jika sudah hujan, masakan itu harus sudah jadi.” Hyolin mengangguk antusias.
”Astaga kenapa harus saat hujan? Memangnya hari ini akan hujan? Eh…kenapa tiba tiba kau bersemangat soal hujan? Bukankah kau tidak senang jika musim hujan dan akan mengeluh seperti nenek nenek. Apa yang terjadi denganmu?” Taeyeon melempar banyak pertanyaan yang beruntun dan tanpa jeda.
“Hei…hei…pertanyaanmu terlalu banyak.” Hyolin duduk di kursi yang kosong dan melemparkan tatapan ke ruangan cafe yang sepi pengunjung karena jam makan siang sudah lewat dan sebentar lagi cafe akan tutup setiap sore pukul 15.30 PM. “Menurut berita perkiraan cuaca tadi pagi, Seoul hari ini akan turun hujan dari sore sampai malam. Soal aku menyukai hujan itu rahasia” tambahnya mengedip sebelah mata.
Taeyeon mencibir seraya mengangkat kedua telapak tangannya “Perlu rahasia-rahasiaan diantara kita. Arraseo…aku menghargai privasimu dan tidak akan ikut campur.”
Hyolin tertawa kecil dengan raut kesal senior yang sedikit kekanakan dibandingkan umur sebenarnya. Mendadak hidung Hyolin gatal dan tenggorokan jadi serak.
Hatchi…
“Aissh…ini pasti karena kehujanan kemarin.” gumam Hyolin merasakan tubuhnya sedikit panas. “Aku tidak mau sakit atau pertemuan dengan rainy boygagal.” batinnya menggosok tangan mulai mendingin, mencari kehangatan. Lagi lagi bersin menyerang tenggorokan.
Hatchii…huatcchiii…
“Apakah kamu baik baik saja?”
Hyolin menoleh ke pemilik suara berat yang muncul dari arah tangga. Pria berkemeja putih yang dua kancing teratas dibiarkan terbuka dengan lengan panjang digulung sampai siku dipadu celanajeans. Penampilan yang berbeda dengan pakaian seragam waitress Hyolin dan Taeyeon, menandakan pria inilah pemilik cafe. Pria itu menunjukkan keramahannya dengan senyum tipis dan mata hangat.
“Tidak tapi aku harus baik baik saja, Jungsoo sajangnim.” Hyolin mengosok hidungnya lalu menutup mulut dengan telapak tangan, mengeluarkan suara bersin yang semakin menganggu kenyamanan tubuhnya.
“Jangan terlalu memaksakan diri.” seru Jungsoo menepuk kepala Hyolin. “Yang terpenting adalah kesehatan sebab kalian adalah orang yang dibutuhkan disini.”
Setelah Jungsoo menepuk kepala Hyolin dan tersenyum sekilas pada Taeyeon lalu pergi mengambil secangkir black coffe di meja khusus pembuatan coffe dan membawa ke lantai atas, ruang kantornya. Hyolin menggeleng dengan ekspresi malas ketika pandangan mata Taeyeon tidak berhenti mengikuti arah Jungsoo kini sedang meneguk hot black coffe sambil menaiki tangga.
“Wajah sajangnim sangat kuyu dan mata sudah lelah pun masih terus bekerja. Justru dia yang memaksakan diri.” sahut Hyolin sengaja berdiri didepan Taeyeon sehingga wanita dua tahun lebih tua darinya melotot sinis kepadanya.
Taeyeon membuang nafas lesu dan duduk di kursi kosong. Ia menompang dagu dengan tangan dan menatap Hyolin yang sudah mendaratkan pinggul ke kursi yang dihadapannya.
“Dia terlalu sibuk dengan proyek bisnis terbarunya sampai bergadang beberapa hari.” Taeyeon mengerucutkan bibirnya dengan muka bete. “Akhir akhir ini dia jarang menelponku dan hanya bicara padaku jika aku membawakan makanan buatanku untuknya, selebihnya ia melototi laptop dan grafik sialan. Dasar workaholic!”
Hyolin menggaruk pipi, tidak tahu bagaimana ia harus merespon gerutuan Taeyeon. Beginilah keluhan seorang wanita yang merasa diabaikan dengan kekasihnya sendiri. Problem ini sebenarnya sering terjadi pada pasangan kebanyakan di dunia ini. Namun Hyolin tetap saja bingung mengapa wanita selalu ingin dimanja, sementara pria sulit mengerti wanita.
“Aisshh…percuma saja aku mengomel. Pria itu tidak akan mendengarkanku jika sudah tenggelam dalam pekerjaan. Kau ingin belajar memasak apa?” Taeyeon menyudahi keluhan yang tidak berguna seraya beranjak bangkit dari kursi. “Sepertinya berita prediksi cuaca tepat, diluar sangat mendung.” sambungnya melirik langit dari luar jendela.
Hyolin mendengar kata ‘langit mendung’ langsung timbul semangat. Hujan yang diharapkannya kemungkinan besar akan terjadi sesuai berita tadi pagi. Dengan ceria ia ikut beranjak dari kursi.
“Apapun yang mudah dimasak untuk pemula sepertiku.” jawabnya tersenyum lebar dan pancaran mata bersemangat kini berbinar binar.
Cho Hyolin bersemangatlah untuk sang rainy boy.
———————————————
Prediksi cuaca dalam berita pagi hari ini tidak meleset. Hujan rintik rintik mulai digantikan tetesan lebih deras. Angin jadi lebih kuat meniup dahan pepohonan sekitar halte. Hyolin menggoyangkan kedua kakinya dan menoleh ke kanan kiri. Dipangkuannya sebuah kotak bekal merah dan sedikit panas sebab makanan buatannya yang dibantu Taeyeon baru matang. Ia sekilas menoleh jarum kecil yang berputar di jam tangannya.
Sudah tiga bus berhenti di halte dan meninggalkan begitu saja namun masih saja tidak ada tanda tanda kemunculan Jaebum. Lapangan basket pun kosong. Hyolin menyandarkan punggung kebelakang dan mengumam bosan. Tak ada yang menarik dari kegiatan menunggu. Ia harus menepati janji sesuai kesepakatan pemenang-kalah basket.
Alih alih hujan masih mewarnai dengan langit kelam, Hyolin menyandungkan lagu bertempo slow untuk membunuh kebosanannya. Sekilas ia mengangkat kotak bekal itu dan mengintip isinya. Nasi daging kentang itu mengeluarkan uap mengepul dan wangi yang menggoda perut. Ujung bibir Hyolin tertarik keatas. Inilah makanan pertama buatannya dan pria itu menjadi orang pertama mencicipinya.
“Sepertinya enak.”
Mata Hyolin melebar dan spontan mendongkah. Ia langsung melihat pria disampingnya sedang membungkuh sambil melihat isi kotak bekal ditangannya. Rambut cat pirang kecoklatan kini kering dan penampilan juga tidak basah seperti biasanya tapi aroma hujan tetap melekat dari tubuhnya.
”J.. Jaebum! Sejak kapan kau muncul?”
Jaebum mengukir senyum tipis dan mengambil posisi duduk disamping Hyolin. Ia tidak menjawab dan tatapannya lurus ke arah kotak bekal.
“Itu untukku bukan?” tanyanya. Hyolin mengangguk dan memberikan kotak bekal kepada Jaebum. Sementara pria itu menyambut makanan itu dengan sukahati “Thanks…aku sangat kelaparan sekarang.” ujarnya langsung melahap suapan nasi daging kentang ke dalam mulutnya.
Hyolin mengulum senyuman, mengamati pemandangan yang sangat menggemaskan. Ia menyukai cara Jaebum makan dengan lahap dan sedikit meringgis akibat potongan kentang atau daging membuat lidahnya melepuh kepanasan. Satu per satu suapan nasi daging kentang terkunyah dalam mulut dan bersiap memasuki proses pencernaan dalam tubuh.
Apakah makanan itu sangat enak? Ataukah kau hanya kelaparan sehingga makanan yang sebenarnya tidak enak jadi terasa enak dilidahmu? Apapun jawabannya, aku sangat senang dan bahagia jika kau menghargai masakan pertamaku.
Jaebum meletakkan sendok kedalam kotak bekal setelah suapan terakhir sudah ada dimulutnya. Perut kosong yang sudah dipenuhi membuat hati menjadi bahagia. Ia melirik Hyolin yang tengah menatapinya dengan senyuman. Otomatis Jaebum ikut tersenyum dan menggoyangkan kotak bekal sudah kosong didepan mata gadis itu.
“Enak sekali. Sekali lagi aku mengucapkan gumawo.”
Ucapan Jaebum membuat senyum Hyolin semakin lebar. Ia tidak menyesal ketika dirinya memohon pada Taeyeon agar mengajarinya memasak. Benar benar hasil akhir yang baik. Hyolin menerima kotak bekalnya dan mendekap senang. Sekilas ia melirik ke arah lain, menyembunyikan pipi merah dan mimik bahagia.
“Aahh…Aku jadi ingin selalu memakan masakan buatanmu selamanya.”
Nafas Hyolin tertahan dan kedua matanya seolah hampir keluar. Ia refleks menoleh Jaebum dengan ekspresi terkejut. Pria itu mengumam jujur sambil memandangi langit hujan lalu beralih menatap Hyolin dengan tatapan amat sangat lembut yang mampu membuat gadis disampingnya tidak berkedip sedikitpun. Saat ini kondisi jantung Hyolin nyaris akan meloncat dari dada. Ia merasa butuh dokter menolongnya.
Apa? Dia mengatakan ingin memakan masakanku selamanya? Apa artinya itu? Hyolin yang bodoh, tentu saja dia menyukai masakanmu sendiri. Astaga tubuhku semakin panas dingin, ini karena dia tersangkanya. Yeah…pelaku tampan sangat berbahaya dan aku tidak boleh lengah…
————————————————
Ini sudah pertemuan entah keberapa dalam musim hujan. Halte ini merupakan tempat penuh kebahagiaan untuknya. Maka Hyolin tidak meragukan perasaan mendebarkan yang telah mengalir dan membuatnya seperti terbang ke awan ketika berada ditempat sama dan mencium aroma hujan yang sama dengan pria itu.
Semakin lama, pertemuan itu terus menciptakan cerita antara Hyolin dengan rainy boy. Beberapa langkah lebih dengan Jaebum masih belum merubah sifat pemalu seorang gadis sedang memendam perasaan jatuh cinta. Jaebum yang bermata lembut, ramah, dan memiliki senyum memikat bukan hal mudah bagi Hyolin menyatakan cinta. Keberaniannya selalu menyusut dan ingin menghilang dengan cepat ketika saling beradu dengan kedua bola mata hitam pekat milik pria itu.
Hyolin…kau sungguh tidak becus.Huh…apa susahnya tinggal bilang satu patah kalimat yang mewakili perasaanmu saja? Cukup menyatakan ‘saranghae’ pun tidak mampu…
Ada benarnya pepatah ‘Cinta lebih rumit dari matematika’. Sering belajar dari adegan pernyataan cinta yang romantis dalam drama TV tapi tetap saja Hyolin tidak mampu mempraktikkan apa yang diterapkan. Hanya bisa mengkhayal dan membuat cerita tersendiri.
Hyolin menghela nafas panjang setelah meluapkan apa yang mengisi pikirannya. Ditatapnya lapangan basket yang telah dikuasai seorang pria berambut cat pirang kecoklatan. Anehnya ia tidak pernah bosan menonton Jaebum bermain basket dan menganggap hal tersebut merupakan salah satu tontonan menyenangkan. Kemudian ia melihat Jaebum menolehkan kepala ke arahnya lalu melambaikan tangan dengan senyum tipis.
Hati Hyolin ketar ketir ketika Jaebum berhenti memainkan basket dan meloncati pagar pembatas lapangan, kemudian menyebrangi jalanan dan berhenti tepat di depannya. Aroma hujan yang mengoar dari tubuh pria itu selalu saja tercium. Rok yang dikenakan Hyolin sedikit basah akibat air menetes dari rambut Jaebum. Dengan sigap, gadis itu mengeluarkan handuk kecil dan menaruhnya di kepala pria itu.
“Apakah sudah jadi kebiasaanmu tidak mengeringkan rambutmu maupun tubuhmu setelah kuhujanan? Tidak peduli meski kau kebal dengan hujan atau tidak tapi sudah seharusnya menjaga kesehatan. Apa kamu ingin menunjukkan diri kalau kamu tidak pernah sakit?”
Jaebum terkekeh kecil mendengar celotehan gadis baru dikenalnya beberapa minggu. Gadis itu mengeringkan kepalanya dengan handuk sehingga Jaebum membungkuh untuk memudahkannya.
“Berbicara seperti itu seolah kau pacarku.”
Spontan gerakan tangan Hyolin berhenti dan menarik kembali tangannya dari kepala Jaebum. Kali ini pipinya memerah dan menjadi salah tingkah.
“Aku senang jika kamu seperti itu.” Jaebum mengangkat kepalanya dan mengeringkan sendiri kepala. Ia melihat kotak bekal disamping Hyolin dan langsung bersemangat duduk disamping gadis itu. “Kali ini kamu membuatkan aku makanan apa?”
Hyolin mengambil kotak bekal dan membuka penutupnya. Tepat penutup bekal dibuka, Jaebum mencium wangi telur dipadu mentega yang merebak dihidungnya.
“Omelete rice. Aku hanya sempat memasak ini pada hari ini sebab terburu buru. Mianhae…makanannya tidak seistimewa biasanya dan kau pasti kece… Adaww…”
“Pabbo…jangan bicara seperti itu! Aku tidak kecewa.”
“Tapi setidaknya jangan menyentil keningku.” ujar Hyolin.
Pria itu tidak peduli dan tetap melanjutkan suapan omelete rice. Hyolin mengerucutkan bibir dan masih mengelus keningnya yang terasa nyut nyutan setelah mendapatkan bonus sentilan dari Jaebum.
“Aissh..appo..”
Gadis itu meringgis pelan. Ternyata sentilan Jaebum cukup keras dikeningnya. Mendengar ringgisan Hyolin, Jaebum menaruh kotak bekal lalu meraih wajah gadis itu mendekat. Spontan kedua mata Hyolin melebar dan merasakan deru nafas lain lembut menerpa kulitnya.
Pria ini…jaraknya terlalu dekat dan dia memegangi pipiku sekarang. Tuhan…kumohon jangan buat aku pingsan sekarang..
“Biar kulihat keningmu.” Jaebum menyibak poni pendek yang menutupi kening gadis dihadapannya. Ia menyelidik apakah sentilannya telah meninggalkan tanda merah atau memar.
Hampir beberapa detik, pandangan Jaebum tidak lepas dari kening dan juga tidak bergerak sedikitpun seolah mematung. Hyolin sedikit melirik Jaebum dan menemukan tatapan berbeda dari pria itu. Gadis itu tidak tahu apa yang terjadi, hingga akhirnya ia memecah keheningan.
“Mengapa diam saja? Apakah ada memar disitu?”
Jaebum tersentak lalu tersenyum tipis dan menundukkan kepalanya, mendapatkan wajah Hyolin sedang bertanya tanya. Ia menggeleng kepala.
Keningmu baik baik saja tapi hanya saja…”
“Hmm?” tanggap gadis itu menunggu kelanjutan ucapan Jaebum yang terpotong secara tiba tiba. Pria itu memandang lurus kedalam bola mata Hyolin.
“Apakah kamu pernah mengalami sesuatu yang parah sampai terluka disini?” tanya Jaebum menyentuh sudut kening Hyolin.
“Oh..luka ini.” Hyolin meraba luka tampak sudah lama dan mengering di kulit keningnya. “Aku pernah kecelakaan dan mengalami koma hampir sebulan. Saat terbangun, aku hanya melihat keluargaku mengelilingiku dan sama sekali tidak pernah mengingat apa yang terjadi. Cuma luka ini yang aku dapatkan. Keluargaku malah bersyukur ketika aku tidak ingat apapun mengenai kecelakaan sebab tidak akan meninggalkan traumatis padaku.”
Jaebum tersenyum kecil, mendengarkan cerita Hyolin. Ia menyentuh tangan gadis sedang mengelus dahinya lalu digenggamnya. Hyolin terkaget melihat tangan Jaebum mengenggam tangannya dan menatap pria itu dengan kedua mata yang mengerjap cepat.
“Aku senang.” lirih Jaebum amat sangat lembut dan mata teduh yang menarik Hyolin seperti magnet. Perlahan pria itu memajukan kepalanya, mendekat dan mengecup kening Hyolin dengan cepat.
Hyolin terdiam. Ia tidak berkutik tepat bibir dingin pria itu menyentuh keningnya, dibagian luka itu berada. Rongga tubuh seolah tidak berfungsi secara mendadak. Seluruh hatinya bergetar hebat merespon sentuhan kecil…bibir rainy boy telah menyentuhnya…
“Sangat senang kamu masih hidup sehingga kita bisa bertemu. Aku tidak bisa membayangkan jika kita tidak pernah saling mengenal, pasti aku tidak pernah tahu ada wanita semenarik ini sepertimu.”
Mendengar kalimat bernada lembut membuat gadis itu terperangah. Ia menelan ludah dan terdiam sebentar lalu memberanikan diri untuk mengeluarkan suara.
“K..kenapa hanya musim hujan kau ada disini?”
Jaebum tidak menjawab melainkan memberi senyum misteriusnya sebagai tanggapan pertanyaan Hyolin. Ia beranjak berdiri lalu mendongkah ke langit yang mulai menampakkan kembali cahaya matahari. Hujan yang awalnya deras digantikan gerimis kini juga hampir mereda. Ia menoleh ke arah Hyolin dan tersenyum lebar.
“Hujan sebentar lagi reda dan aku harus segera pergi. Sampai jumpa lagi. Goodbye..”
“Tu..tunggu! Kau belum menjawab pertanya..”
Suara Hyolin tertambat ditenggorokan dan gagal menyergah kepergian Jaebum. Pria itu sudah berlari duluan menerobos hujan gerimis tanpa menoleh kebelakang. Gadis itu mengigit bibirnya dan menundukkan kepalanya, melihat ujung sepatu dan sedikit kecewa. Perasaan Hyolin bercampur aduk dan bertanya tanya mengapa kemisteriusan pria itu belum bisa terungkap.
Ia kemudian mengangkat kepala dan menyadari bekas kecupan Jaebum dikeningnya. Gadis itu mengelus kening, mengingat hal itu cukup bisa membuatnya tersenyum lagi. Saat itu ia memutuskan harus segera pulang dan menumpahkan semua perasaan ke dalam buku diary. Tidak boleh melupakan moment satu ini.
Tanpa disadari gadis yang sedang melangkah pulang dibawah payung lipat, Jaebum mengamatinya dari jauh tepat dibalik salah satu pohon dan membuang nafas panjang sekaligus mengeluarkan senyum tipisnya.
“Sebentar lagi musim hujan akan berakhir..”
————————-TBC/The End———————